Mengeja Takdir
Oleh: Iftihal Muslim Rahman
Aku jahat. Makanya suka malas berinteraksi sama orang kalau gak butuh. Kenapa? Karena kalau mereka jahat, aku pasti balas sampai hancur benar orangnya. Caranya? Aku berdoa, aku minta supaya diikhlaskan hatiku, supaya ditabahkan batinku, supaya aku kuat menghadapi kejahatan orang itu dan memohon supaya gak ada lagi yang mengalami seperti yang aku alami.
Lalu ku doakan juga, supaya dia dikuatkan, karena aku percaya kuasa Allah akan membalas perbuatan hamba-Nya lebih dari yang ia lakukan pada orang lain. Aku pernah bilang kan, aku bisa menghancurkan orang lain tanpa menyentuhnya? Ya ini, dengan doa. Bisa apa kau kalau Tuhan yang membalasmu?
Sebagai perempuan yang ditimpa kemalangan sejak lahir, aku bisa apa selain bertahan hidup dan menghentikan banyak percobaan bunuh diriku? Mengeja semua harap dalam rapalan adalah jalanku menemui takdir yang indah.
Aku tak pernah baik-baik saja, banyak bekas luka tak ku pahami artinya, bagaimana terjadinya saja aku mengeluh sebab mudah lupa. Hidup yang ku jalani timpang dari apa yang telah ku pesan.
Aku kan maunya begini, kenapa jadinya begitu? Tapi aku dipaksa bungkam dan bertahan pada kenahasan, keluhan hanya memperparah keadaan katanya.
Hidup sangat parah ternyata, mengeluh saja adalah dosa, aku dipaksa jadi malaikat yang taat kala dosa begitu sangat menyenangkan. Tapi aku memilih dipaksa, bukan, daripada makin menderita? Hehe.
Tawaku selalu kecil kala dendangan bahagia sempurna ku rasa, aku ketakutan semua semu saat aku menikmatinya. Tawaku terbahak-bahak kala pedih menyertai, aku menutup gosongnya takdir yang ku pesan. Mengejanya sama saja membalut batang mawar yang masih berduri belum dipotong, sobek-sobek, gagal lagi.
Gagal lagi, gagal lagi, gagal lagi memasak tiap doa supaya nyata. Semoga berkah selalu hadir antara gemuruh di langit sana.
Bekasi, 27 April 2020
Komentar
Posting Komentar