Dia Adalah Kekuatanku
Dia Adalah Kekuatanku
Malam begitu dingin tanpa kehadiranmu lagi. Aku
mencari-cari jalan untuk keluar dari kurungan hidup yang begitu menyakitkan
ini. Kau telah pergi menjauh. Sangat jauh. Bahkan sekedar satu meja untuk
mengenal lagi diriku pun kau enggan. Aku lemah karenamu. Iya, benar-benar
lemah.
Mungkin aku terbiasa tidur dengan hangat pelukmu.
Aku terbiasa dengan cinta yang penuh kemunafikkan bersamamu. Atas segala hal
yang kita lalui, ternyata tak pernah ada aku. Seolah percuma semua bahagia yang
berusaha aku ukir di halaman kisah kita. Entah harus percaya pada hatiku atau
pada bibirmu yang menceritakan kekejianmu.
Bodoh, aku sangat bodoh hanya karena terlalu cinta.
Aku bahkan tak bisa menyalahkanmu meskipun tau kau salah. Aku masih saja
menyalahkan diriku sendiri. Bahkan yang tak aku sangka, saat mengetahui
hubungan yang tersembunyi ini ternyata begitu lekat dengan orang-orang di
sekitar ku, kamu, ataupun kita. Mereka mengetahui namun diam.
Saat kau hancurkan aku dengan sehancur-hancurnya,
aku mengerti. Apakah karena diriku namamu menjadi rusak? Sedangkan selama ini
kau yang menahanku pergi hingga akhirnya kau ingin pergi dan aku berbalik untuk
terus memintamu tinggal. Lagi-lagi, aku tidak dapat menyalahkanmu. Aku pun
tidak bisa membencimu selepas semua derita yang kau torehkan.
Aku tak pernah ingin melukaimu, namun aku harus
bersikap tegas untuk memperbaiki namaku sendiri, untuk memperbaiki semua yang
terjadi di antara kita. Biarkan mereka mengetahui pernah ada sesuatu di antara
kita. Kau paham, harusnya mereka tak perlu ikut campur, aku pun yakin mereka
pasti memiliki asumsi untuk tidak ikut campur dalam urusan pribadi kita, jadi
untuk apa selama ini disembunyikan?
Aku berhenti mengumpat dan lari dari kenyataan, aku
lelah terus ketakutan akan dirimu yang nantinya semakin membenciku. Hanya
karena itu, hanya karena masih mengharapkanmu untuk kembali. Kini aku siap
untuk bangkit dan menunjukkan bahwa kau salah telah memetakan diriku dalam
permainanmu. Aku bukanlah alat politik, kau tahu aku tak mempunyai kekuatan
apapun.
Bukan sok idealis atau objektif, aku masih memiliki
begitu banyak kekurangan, tapi percayalah apapun yang ku lakukan bukan
semata-mata atas egositas, lagi-lagi ini untuk kita, untuk melindungi kita
ataupun memperbaiki kita. Maaf jika pada akhirnya aku akan menghancurkanmu
seperti engkau menghancurkan aku. Tapi seperti yang kau ketahui sejak awal, aku
berprinsip bahwa siapapun yang baik
terhadapku maka aku akan baik terhadapnya, namun jika ia jahat terhadapku maka
aku akan jauh lebih jahat daripadanya.
Aku tak akan pernah membiarkan orang yang
menyakitiku untuk tenang. Mereka harus membayar kehancuran yang mereka perbuat.
Sekali pun aku masih mempercayai Tuhan dan hukum kausalitas, namun aku tak akan
pernah diam ketika seseorang mengusik hidupku dan menyakitiku bahkan
menghancurkan segalanya dariku.
Rasa ini dibunuh paksa. Raga ini dibunuh perlahan.
Percayalah kau adalah yang terbaik yang pernah aku
miliki, kau adalah satu-satunya yang aku berikan segalanya, hanya kamu yang
benar-benar ku jaga, hati dan hidupnya. Kamu adalah cinta terbaik yang pernah
aku miliki, kisah terbaik yang pernah aku rasakan. Meskipun bagimu semua hanya
kepalsuan, namun bagiku kemarin tetap nyata dan menyiratkan dunia terindah yang
pernah aku impikan.
Seandainya kau bisa lebih tenang menyelesaikan
semuanya dan tidak begitu kejam memperlakukanku, mungkin aku tidak akan
menyerangmu kembali. Kau yang mengibarkan bendera perang, maka maafkan aku, aku
tidak akan mengibarkan bendera putih. Aku akan melawan semua yang menyakitkan
dan tidak baik. Meskipun itu akhirnya akan semakin menjauhkan ku pada dirimu.
Sanksi sosial pasti ada, tetapi ketakutan untuk
merubah paradigma orang lain yang telah menjustifikasi diriku begitu lemah
hanya karena terlalu cinta pasti akan semakin menghancurkanku. Maka aku
bertekad untuk kuat menghadapi semua resikonya. Aku berhenti mengumpat pada
ketidakadilan yang kau ciptakan, aku keluar dari pemetaanmu, bukan berkhianat,
tapi aku tidak ingin munafikkan hati yang memang sudah tak lagi sejalan denganmu.
Aku berani untuk benar.
Aku sadar telah melemah saat tanpamu, kekuatanku
benar-benar diuji karena kehilangan seseorang yang begitu aku cintai. Aku
memang hilangan kendali karena kau putuskan untuk tak akan kembali. Namun kau
tutup semua pintu untuk ku mencari lagi rasa yang pernah ada.
Jika melihat kebelakang, ternyata memang tak pernah
ada jalan keluar saat kita berbeda pendapat. Sedih saat kau menyerah untuk
menghadapiku sedangkan aku sedang mencoba untuk mengerti. Kau tau? Tak akan ada
yang lainnya, kau tak akan terganti. Tak kan ada yang seperti dirimu. Aku
sangat merindukan senyuman, canda dan tawamu. Aku rindu bagaimana cemburumu dan
saat dirimu begitu ingin dimanjakan. Bagaimana amarahmu, dan semua perhatianmu.
Kini kau telah berubah menjadi sosok yang sangat
asing bagiku, lebih kejam dan begitu menakutkan. Sedihnya kau tak lagi
menemaniku. Aku kehilanganmu. Percaya ataupun tidak, aku masih di sini
menunggumu dan tak pergi. Harapan untuk kembali memang ada, namun aku berhenti
terpuruk. Aku ingin menjadi wanita yang kamu inginkan, meskipun kita telah
berpisah. Terima kasih untuk kenangan yang tak terlupakan ini. Selamat tinggal
patah hati terbaikku, aku mencintaimu.
(15.09 WIB, 27 November 2016,
Iftihal Muslim Rahman)
Komentar
Posting Komentar