Harap Tenang, Katanya

Oleh: Iftihal Muslim Rahman

Dunia menakdirkan orang-orang untuk bungkam perihal sakit hati yang harusnya ku ketahui hanya untuk melindungi kawannya. Semua tertawa bersama kesakitanku yang nyata, bukankah mereka sama sekali tak pantas disebut kawan? Kawan siapa? Siapa yang mereka patuhi? Kejujuran? Sampah!

Perangai terus menghirup denting yang berbisik bahwa ada penghianatan di sana. Tapi mereka bilang tak ada. Semua mengumpat. Ssstttt, tenang. Lalu ku ketahui, dan semuanya hanya menganga melihatku yang hidup dalam kekosongan. 

Katanya, aku memang pantas menderita akibat arogansiku, sederas itukah luka yang ku buat hingga semua merasa penghianatan ini adil untukku? Betapa semesta mencincang hatiku membabi buta menyerudukku dalam kehampaan, kekosongan.

Aku tak punya lagi pegangan, siapa yang harus ku percayai lagi? Bahkan aku menentang mataku sendiri untuk melihat kenyataan. Aku tenggelam dalam serbukan patah hati. Dan mereka hanya menatap sinis kematianku.

Apa boleh aku membalas? Mengapa aku dipaksa buka suara kala semua derita ku tahui, mengapa aku tak boleh bungkam seperti yang lainnya? Bukankah aku berhak menerima kesedihan semua penjahat jalang itu? Aku dilarang menyiksa perasaan orang-orang itu. Parang mengelupas batinku. Aku harus buka suara atau mati. Sialan!

Bekasi, 29 April 2020

Komentar

Postingan Populer