Perangai Redam

Oleh: Iftihal Muslim Rahman

Tolong cukupkan ribuan kata duka pada beberapa lama ini, aku sudah merasa amat terluka dan amat tidak berguna untuk hidup.

Mamahku bilang, aku tak perlu memikirkan apapun. Katanya, aku cukup menjadi anak yang baik saja selama semua kesulitan ini, sebab sudah banyak hal-hal sulit terjadi di dunia ini, di kehidupan keluarga ini.

Aku benar-benar hanya ingin merapal tentang keselamatan keluargaku, di dunia maupun di akhirat, untuk Mamahku si perempuan tersabar yang selalu membuat rumah terasa cukup berharga dan berlimpah dalam segala derita; untuk Papahku si laki-laki tangguh yang menerjang panas-hujan-penyakit yang ganas di luar rumah dan harus tetap berani meski aku yakin dalam dirinya pasti ketakutan tapi selalu membuat seisi rumah tenang.

Juga untuk adikku yang pertama yang masih gigih bekerja membantu penghasilan keluarga di tengah kesulitan ekonomi seluruh semesta; untuk adikku yang kedua yang sedang merangkai mimpi untuk masuk kampus negeri yang semoga dikabulkan Allah selepas banyak usaha dan doanya; dan untuk adikku yang terakhir yang masih gemas-gemasnya yang selalu ceria-marah-bertingkah lucu menghibur seisi rumah. Aku benar-benar menyayangi kalian selepas betapa aku masih belum bisa memayungi kalian dari derasnya krisis dunia. 

Aku ingin berhenti dengan segala kabar mengerikan, aku benar-benar sedang kalut dengan diriku sendiri yang tidak bisa melakukan apapun atas kehancuran negeri, bukan apa-apa bukan siapa-siapa tak bisa apa-apa tak bisa membantu siapa-siapa.

Peradaban ini diciptakan untuk aku dan keluargaku juga bukan? Maka bolehkah aku egois menerima segala pahatan hanya dalam lingkup ini saja, aku lelah menguatkan diri banyak jiwa, jiwaku lama-lama tak berdaya, aku resah tiada akhir, aku lemah tiada sudah. Aku redam.

Bekasi, 24 April 2020

Komentar

Postingan Populer