Penghantar Tidur

Oleh: Iftihal Muslim Rahman

Selamat malam kepada para pengerat luka, para pemberi kabar kematian mendapat laporan melulu supaya harap akan kalian sirna terkabul.

Dia yang paling sanggup menelanjangimu, memberimu penyerahan paling sempurna atas ikhlas sebuah kerusakan adalah dia yang paling ingin kau hindari. Mengapa?

Beristirahatlah pada kelam ini. Menyerah saja, tak apa, menyerahlah pada hal yang paling sanggup kau lepaskan. Kau adalah tempat yang dia cari, hanya saja kita tak bisa ketahui benar atau salah hanya engkau perempuan yang menjadi tempat singgah dari semua lukanya.

Pedangmu menghantam beribu belati yang hampir menghunus kekuatanmu, kau telah berusaha kuat sejauh ini, dan terimakasih untuk hal itu. Terimakasih telah menjadi penopang duka paling hebat, namamu tercatat dalam sejarah, wahai puan.

Semua luka tetaplah luka, tak akan menjadi hal indah sebising apa pemahat membentuknya. Keindahan akan terbentuk lagi karena keadaan lain di luar luka. Ruang tak akan cukup menampung banyak rasa.

Kau benar bukan, harapan itu tak pantas berada di singgasananya, menuai duka kala harapan itu hadir meski doa akan keselamatannya selalu membungkam tiada harap yang kau sertakan tiap hari.

Tapi, ku mohon, tetaplah hidup, tetaplah membunuh semua perasaan dan mati rasa, terimalah bahwa kau, aku, mungkin kita dan yang lainnya, memang dilarang untuk tidak baik-baik saja, maka jadilah perapal paling ahli. 

Tetaplah merekah meski akan layu pada akhirnya, tapi tetaplah hidup, setidaknya hingga Tuhan mencukupkan juangmu yang tak kenal batas waktu itu.

Apapun impianmu, meski mati malam ini, aamiin-kan lah, semoga persiapan menuju pusaramu telah paling matang tercipta. Aku tak akan berhak memaksamu untuk tetap hidup.

Tapi lagi, ku mohon, asal bukanlah engkau yang melawan kehendak Tuhan itu, ku ingin ke surga ataupun neraka-Nya langkah kita akan sama, bertahan dahulu di pusara, bukan tak diterima bumi, aku tak ingin, sungguh.

Berkawanlah denganku meski sebentar di dunia, tapi izinkan akhirat mengabadikan kita tanpa jarak antara akhirat dan jagat raya.

Kau mulai ada dalam setiap hela doaku, dan terimakasih membuatku terbiasa menyebut namamu. Siapapun yang dahulu mati diantara kita, semoga kita bisa saling mendoakan, puan.

Ingatlah, bahwa tawa adalah hal yang akan kita lakukan begitu kabar kematian itu datang, akhirnya kita sampai pada pusara kita. Menangislah tanpa ditatap kain kafanku apalagi disaksikan pusaraku, jangan. Tersenyum sampai di pusara dan banggakanlah kita yang sudah berjuang seterjal selama ini.

Terimakasih perjuangannya seharian dan selama ini, tidur nyenyak, jangan lupa tersenyum dan merapal untuk kekuatan kita kebiadaban dunia ini, kau tahui, tersenyumlah sebab kita dilarang peka akan derita.

Semoga tahun penuh bencana ini rindu segera mendapat temu, kau tahu bagaimana dunia ini. Merapal lah, merapal supaya dentingan derita segera usai.

Aamiin-kan segala semoga supaya lekas menggantung di langit dan terkabul, direstui semesta akan rapalan kita, apalagi atas percintaan yang tak kunjung mulus.

Aku akan selalu mengingatmu, bahwa pundak anak pertama perempuan memang harus sekuat baja, tak bisa terbanting hancur, tak bisa menuai serpihan. Terimakasih lagi untuk kuat akan segala derai derita.

Lelahmu adalah lelahku adalah lelah kita adalah lelah batin-batin lain.

Bekasi, 23 April 2020

Komentar

Postingan Populer