Menuju Perayaan Paling Meriah 4
Kenangan menguap bersama percayaku akan cerita-cerita sunyi yang kian bising, sempat aku lupakan bahwa dinginnya malam kan mengubahmu ke perapian yang tak lagi semu.
Kau merayu dengan tatapan paling tulus yang pernah ku saksikan, tak ada terbesitnya pikir bahwa seperti itulah caranya mendapat segalanya dari seorang yang terlampau bodoh ini.
Bergelas-gelas sanggup tertahan untuk memulai segalanya dengan sadar, aku melayang dan mencapai puncaknya. Kau hebat, kataku.
Membawaku terbang pada langit kelabu yang terlukis senyuman, aku pikir kau ikut bersama sayap yang ku serahkan. Lalu aku jatuh dan tenggelam seperti batu.
Kau membiarkanku di dasar lautan setelah kau buatku percaya bahwa aku bisa terbang, kau perlihatkan padaku surga, apa yang tak pernah ku lihat sebelumnya.
Kini aku sekarat, lagi-lagi kau membuaiku bahwa aku bisa bernapas dalam lautan yang dengan teganya kau biarkan. Kau tetap terbang dengan sayap lain yang menemanimu kembali.
Aku benci mengakui bahwa aku menginginkanmu lebih dari yang kau pikirkan. Meski kau tetap menginginkan yang lebih dariku.
Salahku untuk merasa benar melangkah menujumu meski dihujani belati.
Aku lupa, siapapun yang aku inginkan akan memilih memalingkan wajahnya ke arah lain. Dan aku terjebak.
Kau berikan aku sayap untuk kau cabik. Kau ajari aku bernapas dalam air yang keruh itu dan melepaskan peganganmu, membiarkan aku sekarat dan dengan ketulusanmu, kau harapkan aku mati tanpa mengungkap bagaimana engkau pernah melakukan semuanya.
Semua. Surga yang tercipta dan segala tawa bahagia yang pernah hilang dari wajahku, yang kembali kau terkam dengan kejam.
12 Oktober 2020, Iftihal Muslim Rahman.
Komentar
Posting Komentar