Menuju Perayaan Paling Meriah 7

Selepas semua kekacauan, masih beraninya kau menghubungi? Kemana saja, keparat!

Hari demi hari aku lalui dengan perasaan paling hina, dan engkau dengan santainya mendatangkan tanya, apa kabar?

Sudah jelas aku hancur lebur!

Bahkan kala aku ingin memaki, kau lontarkan pamit. Bangsat macam apa kau ini?

Menangisimu saja aku tak sanggup, saking getirnya segala belati yang menghunus, aku hampir mati karenamu, bahkan malam ini pun.

Namun, tatkala itu terjadi, kebetulan bajingan macam apa yang membawamu datang selalu tiap aku ingin mengakhiri hidup?

Kala pertama di ujung jurang, kumaklumi sebab mungkin di hadapanmu tak ingin kau saksikan kejadian miris itu.

Namun kali kedua, dimana kau telah lengah dan membiarkanku hidup meratap, kau datang lagi memberiku sadar untuk tetap hidup.

Hari itu obat-obat telah siap membuat tubuhku kejang, namun kau halangi dan aku mulai merasa terikat, untuk bergantung padamu.

Aku benci menjadikanmu alasanku untuk bertahan hidup.

Lagi, setelah semua luka dan kekejaman datang, kau buang aku bak sampah yang tak layak pakai lagi, kau biarkan aku nyaris mati dan dicaci dunia. 

Aku hampir menyerah, aku berada di ujung tanduk untuk bertahan. Aku akan kehilangan kesempatan jika malam ini, saat aku sendirian tanpa siapapun di ruang demi ruang beratap ini, tak ku habisi nyawa yang telah kelelahan hidup.

Lagi-lagi, kau datang. Lagi-lagi kau buat aku berhenti mengakhiri segala langkah. 

Persetan! Mengapa harus bajingan tengik sepertimu yang menahanku?

Kenapa aku harus merasa bisa hidup saat kau kembali datang?

Kau jahat, Tuan

Kau terlalu jahat

Takdir terlalu kejam

Aku terlalu nelangsa


01.01 WIB

Bekasi, 12 November 2020

Iftihal Muslim Rahman

Komentar

Postingan Populer