Tak Seindah Rumah

TAK SEINDAH RUMAH
Oleh: Iftihal Muslim Rahman
Ini adalah malam terakhirku sebelum esok hari aku harus kembali merantau ke kota orang. Haha, that’s no bad, right? Hanya saja, rumah ini lebih baik untuk ku singgahi. Nyaman, damai, hangat. Sedingin apapun cuaca, seramai apapun suasana, semenyebalkan apapun orang tua dan adik-adikku. Tetap saja, rumah adalah tempat aku pulang.
Aku benci pertanyaan ini, “kapan kamu pulang ke Tasikmalaya?”. Hello guys, are you really? Pulang hanya ke rumah. Bukan ke tempat yang sepi, dingin, dan kosong itu. Kamar kostan ku, aku berhasil membuatnya menjadi sangat ramai. Tapi tetap saja, kosong dan sepi rasanya. Aku tidur mengenakan selimut yang tebal, rasanya tetap saja dingin. Aku selalu kehilangan selera makanku ketika aku berada di dalam kamar itu.
Mamah, aku sangat menyesal mengatakan kalimat terkutuk ini, “aku bisa hidup sendirian, minggu besok aku sudah berada di kota orang, sendirian, yang lebih damai tanpa omelanmu dan ocehanmu.” Dan akhirnya, aku kesepian, aku rindu amarahnya saat aku pulang terlalu larut, saat aku tidak membereskan rumah dan hanya bermain handphone. Aku menyesal benci dibangunkannya di pagi hari. Karena setiap paginya di Tasikmalaya, aku selalu bangun sebelum adzan subuh. Tidurku tak pernah senyenyak di rumah. Dan saat di kamar kost, aku merasa enggan bermain handphone. Aku merasa hampa jika tak beraktivitas.
Hal yang paling ku benci lainnya adalah ketika aku harus menjadi pribadi lain disana. Aku takut sifatku tidak diterima masyarakat. Karena budaya yang berbeda ini. Aku biasa berkata kasar dan berteriak, aku seorang yang tegas, galak, arogan, dan benci keramaian. Aku cinta kedamaian. Namun disini, aku menahan semua itu. Berusaha selembut mungkin meskipun terkadang aku tak bisa menahan diri. Aku lebih ramah dan tidak sedingin disini. Aku lebih sering tersenyum dan bukan tertawa terbahak. Aku lebih suka ramai disana. Karena aku merasa bisa menghilangkan rinduku terhadap rumah.
Kini tatapan ku kosong memandang sekitar. Mereka tak akan mengetahuinya. Yang mereka tahu, aku ceria dan ramah. Oh Tuhan, aku bahkan tidak seramah itu disini. Aku terlalu dingin dan sensitif. Namun disini aku belajar menerima perlakuan orang-orang yang kadang membuatku muak. Ucapannya yang kadang tak menyenangkan hatiku, aku hanya tersenyum. Kemudian menangis setelah sampai di kamar kost. Lalu menceritakan semua kejadian setiap harinya pada sahabatku yang kebetulan di terima di universitas yang sama denganku. Mungkin ia lelah mendengar semua ceritaku. Tapi ia selalu menjadi pendengar yang baik. Saat di Bekasi, aku selalu melawan apa yang menyakiti hatiku. Dan adikku yang hanya berbeda setahun denganku selalu mendengar keluhanku tentang apapun itu. Kami biasa bercerita hingga salah satu di antara kami tertidur.
Aku mencoba sabar dengan semuanya, seperti kata sahabatku, AWA-AWA, aku disana bukanlah untuk mencari teman atau mencari keluarga baru, itu hanyalah bonus. Tujuan awalku adalah berkuliah dan membuat bangga keluargaku. Hanya itu. Dan aku bersyukur IP di semester pertamaku bisa di atas 3. Dan aku semakin semangat belajar untuk meningkatkan IP ku yang masih jauh dari target.
Kini aku mencoba mengobati sepiku dengan aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa. Tetap saja keluar dari jalurku. Aku biasa Pramuka. Namun aku benci beradaptasi dengan dunia yang sama namun lingkungan yang berbeda. Akhirnya aku keluar dari zona nyaman. Berada di bidang jurnalis sepertinya menyenangkan. Aku masuk ke Pers Mahasiswa. Sangat berbeda dengan Pramuka. Namun, aku harus memilki kegiatan. Selain itu, aku ingin menyalurkan apa yang aku bisa, yakni menulis. Dan disana aku akan belajar menulis berita, meliput berita, membuat majalah, menulis puisi, dan lain-lain. Semua sepertinya akan berjalan menyenangkan. Karena aku akan jarang berada pada perangkap kamar kost itu. Aku selalu butuh teman disana. Dan kini, aku semakin mencoba untuk mensyukuri apa yang Tuhan amanatkan kepadaku.
Aku tidak ingin berada di persimpangan jalan hanya dengan berdiam diri. Maka aku memilih jalanku, untuk tidak hanya bersenang-senang. Tapi selalu melakukan yang berguna untuk duniaku. Dan inilah dunia baruku, yang tak seindah rumah, di Tasikmalaya, kota kecil sejuta cerita.

Komentar

Postingan Populer